Sabtu, 22 November 2008

Keutamaan Shalat & Kufur Meninggalkannya (Terus-menerus)

فضل الصلاة وكفر تاركها

Asy Syaikh Al ‘Allamah

Abu ‘Abdillah Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin

رحمه الله تعالى

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان وسلم تسليما

أما بعد فيا أيها الناس :

Kami akan mengisi khutbah ini dengan permasalahan yang besar dan agung, termasuk permasalahan dan terbesar secara hukum, yang terbesar secara hukum dan teragung secara akibat, ini permasalahan bukan hanya nasehat dan pelajaran semata yang orang mendengarnya kemudian ia mudah melupakannya.

Sesungguhnya permasalahan ini bukanlah permasalahan pemikiran semata, yang diputuskan oleh pemikiran seseorang dan kemudian ada orang lain yang mengingkarinya, ini adalah permasalahan agama lagi syar’i, yang keputusan di dalamnya hanya milik Alloh dan Rosul-Nya shalallahu alaihi wasallam, bukan milik seorang-pun selain Alloh subhanahu wa ta'ala dan Rosul-Nya shalallahu alaihi wasallam,

Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab : 36).

Tidak pantas bagi seorang mukmin melainkan hendaklah berserah diri dan pasrah serta tunduk dalam perkara itu kepada hukum Alloh subhanahu wa ta'ala dan Rosul-Nya shalallahu alaihi wasallam, ketika hal itu telah jelas baginya,

Sesungguhnya ini permasalahan yang besar lagi agung, ini adalah permasalahan yang sebagian orang di uji dengannya di hari ini, kemudian mereka justru lebih mementingkan hawa nafsunya, dan dalam hal ini mereka berpaling dari syari’at,

Ini adalah permasalahan meninggalkan sholat secara mutlak, yang sebagian orang di uji dengannya, mereka meninggalkan sholat terus-menerus, senantiasa menjaga untuk meninggalkannya, sesungguhnya meninggalkan sholat yang kami katakan diatas mimbar ini, diatas mimbar sholat ‘ied (jum’at), dan disetiap kesempatan yang kami bicarakan dan paparkan tentang hal ini, kami mengatakan sebagaimana para Muhaqqiqin (Peneliti) dari kalangan Ahlul ‘Ilmi berkata,

إِنَّ تَرْكُ الصَّلاَةُ كُفْرًا مُخْرِجًا عَنِ الْمِلَّةِ

Sesungguhnya meninggalkan sholat adalah kafir yang mengeluarkan pelakunya dari agama.”

Dan orang yang meninggalkannya sama sekali, tidak sholat,

إِنَّهُ كَافِرْ مُرْتَدْ عَنِ اْلإِسْلاَمِ ، إِنَّهُ تَجْرِي عَلَيْهِ أَحْكَامُ الْمُرْتَدِيْنَ الدُّنْيَاوِيَّة ، وَأَحْكَامُ الْمُرْتَدِيْنَ اْلأُخْرِوِيَة

Sesungguhnya dia itu kafir lagi murtad dari Islam, sesungguhnya berlaku atasnya hukum orang murtad duniawi, dan hukum orang-orang murtad ukhrowi.”

Sesungguhnya kami mengatakan hal itu, dan hal itu dikatakakan pula oleh selain kami dari para Muhaqqiq dan Ahlul ‘Ilmi, mereka bersandar kepada Kitabulloh subhanahu wa ta'ala dan Sunnah Rosululloh shalallahu alaihi wasallam, dan kepada perkataan Shahabat radhiyallahu ta'ala anhum, kami mengatakannya dalam keadaan mengikuti metode Imam Ahlus Sunnah tanpa munafiq, Ahmad bin Hanbal –semoga Alloh melimpahkan rahmat kepadanya dan menempatkannya di surga-Nya yang luas-,

أيها المسلمون

Sesungguhnya tiada seorangpun –demi Alloh- yang lebih agung rahmatnya kepada makhluk, dan tiada yang lebih mengena hikmahnya didalam hukum daripada Robbul ‘Alamiin, yang milik Alloh-lah pujian di awal dan di akhir, dan milik Alloh-lah hukum serta kepada Alloh-lah kalian akan berpulang,

“Sesungguhnya –demi Alloh- kami tidak akan lancang, dan bukan hak kami untuk berbuat lancang, untuk mengatakan seorang yang mengaku muslim, kemudian kami katakan bahwa ia kafir, sesungguhnya kami tidak akan lancang atas hal itu, dan bukan hak kami berbuat lancang atasnya, sampai Alloh subhanahu wa ta'ala dan Rosul-Nya shalallahu alaihi wasallam sendiri yang mengkafirkannya, dan kita tidak akan merasa takut yang kami tidak pantas untuk merasa takut, jika Alloh subhanahu wa ta'ala dan Rosul-Nya shalallahu alaihi wasallam mengkafirkan seseorang, untuk kami katakan tentang pengkafirannya, karena kekufuran dan keimanan urusannya dikembalikan kepada Alloh subhanahu wa ta'ala dan Rosul-Nya shalallahu alaihi wasallam,”

Bagaimana kita takut untuk mengatakan tentang seseorang yang di kafirkan oleh Alloh subhanahu wa ta'ala dan Rosul-Nya shalallahu alaihi wasallam, untuk mengatakan tentangnya bahwa ia tidak kafir, sungguh telah berlaku hukum atasnya dari Dzat yang memiliki hukuman,

Sesungguhnya Tuhanmu akan menyelesaikan perkara antara mereka dengan keputusan-Nya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.” (An Naml : 78).

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Alloh bagi orang-orang yang yakin?” (Al Maa-idah : 50).

Kita telah mendengar dan membaca apa yang menjadi konsekuensi penyepelean meninggalkan sholat di tubuh kaum muslimin, kita telah mendengar dan membaca bahwa sebagian manusia berkata, bahwa pengkafiran orang yang meninggalkan sholat adalah diantara bersendiriannya pendapat Imam Ahmad -Rohimahulloh-, yang hal itu tidak dikatakan oleh seorangpun dari Imam yang Tiga, Imam Abu Hanifah, Imam Malik & Imam asy Syafi’i -Rohimahumulloh-,

ولِعَمْرُ الله ، ولعمر الله ، ولعمر الله

Demi Alloh, Demi Alloh, Demi Alloh,

Jika Imam Ahmad ? bersendiri dengannya, sesuai kandungan dalil yang berada disisi beliau, maka sesungguhnya hal itu adalah kelebihan dan keutamaan beliau ?.

Dan bahwa kesendirian seorang Imam dari kalangan para Imam, dalam suatu perkataan yang ditunjukan berdasarkan al Qur-an dan as Sunnah, tidak menghalangi untuk menerimanya dan mengatakan dengan konsekuensinya,

Dan bahwa kesendirian seorang Imam dari kalangan para Imam, atau seorang ‘alim dari kalangan para ‘ulama, tidaklah menyelisihi kesepakatan dengan perkataan yang ditunjukan oleh al Qur-an dan as Sunnah, dan tidak mungkin ada ijma’ diatas suatu pendapat yang menyelisihi al Qur-an dan as Sunnah,

Aku katakan bahwa, bersendirian Imam Ahmad ini, sungguh itu merupakan suatu kedudukan yang tinggi, jika Imam Ahmad bin Hanbal ? bersendiri dengan pendapat tersebut sebagaimana perkataan si penyangka ini, maka siapakah Imam Ahmad bin Hanbal?

Dia adalah Imam Ahlu Sunnah wal Jama’ah, dia adalah orang yang bersabar dan menjaga kesabaran diatas agama Alloh[1], dialah yang mengumpulkan antara fiqih dan ‘ilmu dengan atsar (hadits), dan ini adalah perkara yang tidak di ingkari seorang-pun yang tahu akan hal itu, hanya saja beliau merujuk kepada kitab-kitab ahlul ‘ilmi, yang menukilkan perkataan para Imam, menjadi jelas baginya bahwa Imam Ahmad ? tidak bersendirian dengan pendapatnya itu.

Sungguh hal ini telah dikatakan oleh orang-orang sebelumnya dari kalangan sahabat dan tabi’in, hal ini telah dikatakan dari kalangan sahabat oleh ‘Umar bin al Khaththab, ‘Abdurrohman bin ‘Auf, Mu’adz bin Jabal, dan Abu Huroiroh radhiyallahu ta'ala anhum, hal itu telah dinukilkan Ibnu Hazm dari mereka, beliau berkata,

لا نعلم لهاؤلاء مخالف من الصحابة

Aku tidak mengetahui yang menyelisihi mereka itu dari kalangan sahabat

Dan itu disebutkan dalam “at Targhiib wa at Tarhiib”, dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Jabir bin ‘Abdillah, Abu Darda radhiyallahu ta'ala anhum, dan berkata Imam asy Syaukani dalam “Nailul Author”, “Bahwa hal ini diriwayatkan pula dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ta'ala anhu”, dan sembilan orang ini dari kalangan sahabat, diantara mereka ada 2 orang dari khulafa ar Rasyidin, ‘Umar bin al Khaththab dan ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ta'ala anhuma, tidak diketahui ada yang menyelisihi mereka dari kalangan sahabat, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hazm,

‘Abdillah bin Syaqiq al ‘Uqoili –dan ia dari kalangan tabi’in-, berkata,

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنْ اْلأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ

Para sahabat Rosululloh shalallahu alaihi wasallam tidak berpendapat tentang suatu amalan yang apabila ditinggalkan menjadi kafir melainkan sholat”.[2]

Dan yang mengatakan kafirnya orang yang meninggalkan sholat dari kalangan tabi’in, Ibrohim an Nakho’iy, al Hakam bin ‘Utaibah, Ayyub as Sikhthiyani, Hammad bin Zaid Rohimahumulloh menukilkan darinya, bahwa ia berkata,

تَرْكُ الصَّلاَة كُفْرٌ لاَ يُخْتَلَفُ فِيْهِ

Meninggalkan sholat adalah kafir tidak ada perselisishan dalam hal ini

inilah perkataan sumber ummat ini dan sebaik-baik generasinya, para sahabat dan tabi’in Rohimahumulloh.

Adapun setelah generasi mereka, yang mengatakan tentang hal ini, ‘Abdulloh bin al Mubarrok, Zuhair bin Harb, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Ishaq bin Rohuwaih –salah seorang Imam kaum muslimin-, dan dinukilkan dari perkataan Imam asy Syafi’i Rohimahumulloh sendiri dan ini adalah salah satu dari 2 pendapatnya,

Wahai manusia, أيها الناس

Kami terpaksa menyebutkan perkataan para Imam itu, agar menjadi jelas bahwa Imam Ahmad ? tidak bersendirian dalam pendapatnya ini, bahkan diikutkan tentangnya kesepakatan para sahabat radhiyallahu ta'ala anhum sebagaimana telah kami sebutkan kehadapan kalian,

Dan tidaklah seorang mengatakan bahwa Imam Ahmad bersendirian dalam masalah ini, melainkan orang yang tidak mengetahui perkataan ahlul ‘ilmi, orang yang menyepelekan untuk menelaahnya,

أيها المسلمون

Apabila permasalahan besar lagi agung ini, termasuk permasalahan yang diperselisihkan diantara kaum muslimin, ‘Ulama mereka dan Imam mereka, maka kepada siapa hukum dikembalikan? Dan kemana kita berhukum?

Dengarkanlah jawaban pertanyaan ini dari Alloh subhanahu wa ta'ala, Alloh Ta’ala berfirman,

Tentang sesuatu apapun kalian berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Alloh. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Alloh Tuhanku. kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali.” (Asy Syuuro : 10)

Lalu apa yang dihukumkan Alloh dalam hal itu? Dengarkanlah … Alloh Ta’ala berfirman,


Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Alloh dan ta’atilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Alloh (al Qur-an) dan Rosulnya (as Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an Nisaa : 59).

Jika kita kembalikan permasalahan ini kepada Alloh Ta’ala, kita dapati Robb kita subhanahu wa ta'ala, berfirman mengenai orang musyrik,

Maka jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu se-agama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (at Taubah : 11).

Maka ayat yang mulia ini menunjukkan, mereka tidak menjadi saudara kita seagama dengan hanya mereka bertaubat dari syirik, sampai mereka menunaikan sholat dan zakat, dan tidaklah ditiadakan persaudaraan dalam agama dengan adil jika itu adalah termasuk diantara dosa-dosa besar, hanya saja ditiadakan persaudaraan dalam agama, apabila itu merupakan kekufuran yang mengeluarkannya dari agama,

Dan Alloh Ta’ala berfirman,

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal sholih, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun,” (Maryam : 59-60).

Maka firman-Nya,

Kecuali orang yang bertaubat, dan beriman,”

Menunjukkan bahwa selama dia menyepelekan sholat, maka dia akan menemui kesesatan, dan dia sebelum itu bukanlah seorang mukmin,

Inilah kitabulloh subhanahu wa ta'ala, adapun sunnah Rosululloh shalallahu alaihi wasallam, bila kita kembalikan perselisihan dalam permasalahan ini kepadanya, akan kita dapati bahwa Rosululloh shalallahu alaihi wasallam bersabda,

Diriwayatkan oleh al Imam Muslim ?, dari sahabat Jabir bin ‘Abdulloh radhiyallahu ta'ala anhu,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ

Sesungguhnya yang memisahkan antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.”[3]

Dan bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad[4], Imam Abu Dawud[5], Imam at Tirmidzi[6], Imam an Nasaa-i[7], dan Imam Ibnu Majah[8] Rohimahumulloh, dari hadits Buraidah bin Hushoib radhiyallahu ta'ala anhu, bahwasanya Rosululloh shalallahu alaihi wasallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian antara kami dengan mereka adalah sholat, maka barang siapa yang meninggalkannya maka ia telah kafir.”

Maka Nabi shalallahu alaihi wasallam menjadikan sholat sebagai pemisah antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran, antara kaum muslimin dengan kaum kafir, maka barang siapa yang meninggalkannya maka ia termasuk ke dalam kesyirikan dan kekufuran, dan keluar dari daerah kaum muslimin, karena benteng dan pemisah mengharuskan bahwa orang ini tidak termasuk golongan ini, karena itu datang sebuah hadits,

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا (الصلاة) كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا (الصلاة) لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ

Barang siapa yang menjaganya (sholat) maka orang tersebut akan mendapatkan cahaya, burhan, dan keselamatan pada hari qiyamat, dan barang siapa yang tidak menjaganya (sholat) maka orang tersebut tidak akan mendapatkan cahaya, tidak juga burhan, dan tidak juga keselamatan dan pada hari qiyamat (orang yang tidak menjaga sholat atau tidak melakukan sholat) ia akan bersama Qorun, Fir’aun, Hamman dan Ubbay bin Kholaf,”[9]

Tidak bersama para Nabi, tidak pula bersama para Shiddiqiin, tidak pula bersama para Syuhada, dan tidak pula bersama orang-orang sholih, hanya saja akan dikumpulkan bersama pemimpin kekufuran, sungguh Rosulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

تَرْكُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرْ

Meninggalkan sholat, maka barang siapa yang meninggalkannya maka ia kafir.”

Maka Nabi menggunakan kata-kata meninggalkan (ترك) bukan menentang (جحود), sedangkan Nabi shalallahu alaihi wasallam adalah orang yang paling meng’ilmui hukum-hukum Alloh dan paling mengetahui apa yang Alloh firmankan, paling konsisten menasehatkan, apa yang di bimbingkan kepadanya, dan yang paling fasih penjelasannya dalam apa yang akan dia ungkapkan,

Dengan ini menjadi jelas bathilnya perkataan orang :

إِنَّ الْمُرَادَ بِتَرْكِهَا تَرْكُهَا جُحُوْدًا

bahwa yang dimaksud meninggalkan adalah menentang

Karena orang yang tidak tahu bisa jadi kafir, walaupun dia mengerjakan sholat 5 waktu dan sholat sunnah, karena dia sholat dalam keadaan meyakini bahwa sholat itu tidak wajib,

فَهُوَ كَافِرٌ بِإِجْمَاعُ الْمُسْلِمِيْنَ

Maka dia kafir berdsarkan ijma’ kaum muslimin

Apakah anda menyangka Rosululloh shalallahu alaihi wasallam menginginkan kata penentangan (جحود) kemudian mengungkapkannya dengan kata meninggalkan (ترك)? Bersamaan perbedaan tafsir secara lafadz dan makna dengan perbedaan yang besar,

Hal ini tidaklah mungkin terjadi pada Rosululloh shalallahu alaihi wasallam, Nabi shalallahu alaihi wasallam adalah orang yang paling meng’ilmui hukum-hukum Alloh dan paling mengetahui apa yang Alloh firmankan, paling konsisten menasehatkan, apa yang dibimbingkan kepadanya, dan yang paling fasih penjelasannya dalam apa yang akan dia ungkapkan, ini tidaklah mungkin.

Orang yang menentang hukum wajibnya walaupun dia mengerjakan sholat maka dia kafir, dan Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda,

فَمَنْ تَرَكَهَا

Maka barang siapa yang meninggalkannya

Apakah mungkin kemudian kita katakan :

“Orang yang menentang kewajibannya dan dia sholat dia tidak kafir?”

Tidak mungkin kita menyatakan itu, karena itu meyelisihi kesepakatan kaum muslimin,

Demi Alloh, kecuali orang yang baru dalam Islam, atau dibesarkan ditempat yang jauh dan tidak mengenal hukum-hukum Islam, kemudian dia sholat dalam keadaan tidak mengetahui bahwa sholat itu merupakan kawajiban,

أيها المسلمون

Perkenankanlah kami sedikit panjang lebar, karena hal ini adalah hal yang sangat gawat, dan masalahnya adalah permasalahan yang besar, ini adalah permasalahan yang tersamar/tersembunyi antara kekufuran dan keimanan, antara ke-Islam-an dan ke-Murtad-an, antara seorang yang menjadi penghuni neraka jahim, atau menjadi penghuni jannatun na’im,

Sesungguhnya aku telah jauh mendalami masalah ini, dan mencermati dalil-dalil ke-2 kelompok, dan aku tidak mengaku bahwa diriku ini tidak pernah salah, akan tetapi murni semata karena keterbatasan, maka kudapati bahwa dalil-dalil yang tidak menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan sholat, tidak ada dalil di dalamnya yang mengimbangi dalil-dalil dari kelompok lain yang menyatakan akan kafirnya orang yang meninggalkan sholat,

Karena dalil-dalil yang mereka gunakan, tidak terlepas dari satu antara lima macam,

1. Mungkin karena dalil-dalil di dalamnya itu tidak ada petunjuk sama sekali.

2. Mungkin karena dalil-dalil itu muqoyyad (terikat) dengan suatu pensifatan yang tidak mungkin pensifatan itu bersamaan dengan meninggalkan sholat.

3. Mungkin karena dalil-dalil itu muqoyyad (terikat) dengan suatu keadaan yang karenanya dia mendapatkan udzur untuk meninggalkan sholat.

4. Mungkin karena dalil-dalil itu lemah (dho’if) tidak mampu mengimbangi hadits-hadits yang shohih.

5. Mungkin karena dalil-dalil itu adalah keumuman (hukum) yang di khususkan dengan hadits-hadits tentang meninggalkan sholat.

Dan tidak pernah datang 1 (satu) huruf pun dari Rosululloh shalallahu alaihi wasallam bahwa beliau shalallahu alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ تَرِكُ الصَّلاَةُ الْمُؤْمِنُ ، أَوْ إِنَّهُ يَدْخُلُ الْجَنَّة أَوْ إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ النَّار ، أو إنه مسلم ، أو ما أشبها ذلك

Sesungguhnya orang meninggalkan sholat adalah mu’min, atau dia itu masuk surga, atau dia tidak masuk neraka, atau dia itu muslim atau yang semisal dengan itu.”

Yang memperkenankan kami untuk membawa hadits-hadits tentang meninggalkan sholat kepada selain makna zhohirnya,

Apa bila telah jelas, أيها المسلمون bahwa dalil-dalil kafirnya orang yang meninggalkan sholat, berdiri kuat dan tidak tertandingi, menjadi pasti perkataan sesuai dengan kandungannya, untuk kami katakan bahwa,

إِنَّ تَرِكَ الصَّلاَةُ كَافِرْ كُفْرًا مُخْرِجًا عَنِ الْمِلَّةِ

Sesungguhnya meninggalkan sholat adalah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari agama.”

Dan dia dihukumi sebagaimana hukuman atas orang orang murtad dari Islam, dari hukum secara duniawi ataupun secara ukhrowi,

Maka tidak halal sembelihannya, tidak boleh masuk kota Mekkah serta daerah haram-nya, tidak boleh menikahi seorang muslimah, apabila telah menikah dengan seorang muslimah, kemudian meninggalkan sholat setelah pernikahan itu, maka pernikahannya batal/rusak, jika mati orang yang meninggalkan sholat itu, dia tidak di mandikan setelah matinya, tidak di kafani, tidak di sholati, dan tidak di makamkan bersama-sama kaum muslimin, dan tidak halal bagi keluarganya untuk mengedepankan agar kaum muslimin mensholatinya, tidak di do’akan ampunan, dan tidak di sedekahkan untuknya, tidak bersama-sama kaum muslimin di hari qiyamat, dan tidak masuk surga bersama-sama mereka, -dan kami mohon perlindungan hanya kepada Alloh-.

Hal ini adalah hal yang sangat gawat, dan masalahnya adalah permasalahan yang besar, akan tetapi apakah ada jalan keluar dari dari hal yang telah merekat ini?

Ya, disana ada jalan keluar, والحمد لله رب العالمين

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إِلاَّ وَقَدْ أَنْزَلَ مَعَهُ دَوَاءً

“Sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta'ala tidaklah menurunkan penyakit melainkan diturunkan bersamanya juga penawarnya”[10]

Ini adalah hal yang sudah amat merekat, akan lepas bila orang menghadapkan dirinya pada Robbnya, berpulang kepada-Nya, dan bertaubat kepada-Nya, kemudian kembali dari pintu yang dia keluar darinya, kemudian menegakkan sholat, bertaubat, beriman dan beramal sholih, maka ketika itu Alloh mengganti kejahatannya dengan kebaikan, dan Alloh Maha Pengampun algi Maha Penyayang, silahkan kalian membaca firman Alloh subhanahu wa ta'ala,

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan Sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal sholih, Maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun,” (Maryam : 59-60)

Yaitu surga ‘Adn yang telah dijanjikan oleh Robb yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun surga itu tidak nampak, sesungguhnya janji Alloh pasti akan ditepati, mereka tidak mendengar perkataan yang tidak berguna didalam surga melainkan ucapan salam (keselamatan), bagi mereka rizqinya di surga tiap-tiap pagi dan petang,

Dan Itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. (adz Dzukhruf : 72).

اللهم إن نسألك أن تجعلنا ممن تورثهم تلك الجنات ، اللهم اجعلنا ممن تورثهم تلك الجنات ، يا ذا الجلال والإكرام ، ياحي ياقيوم ، اللهم اجعلنا ممن يقيمون الصلاة ، ويؤتون الزكاة ، ويطيعون الله ورسوله ولا يخشون أحدا إلا الله ، اللهم اغفرلنا ولوالدينا ولجميع المسلمين إنك أنت الغفور الرحيم

“Ya Alloh, kami mohon kepada-Mu agar Engkau jadikan kami termasuk orang yang Engkau warisi surga-surga itu, Ya Alloh, jadikanlah kami termasuk orang yang Engkau warisi surga-surga itu, wahai Dzat yang memiliki kemuliaan, wahai Dzat yang Maha Hidup, wahai dzat yang Maha Mandiri, ya Alloh jadikanlah kami termasuk orang-orang yang menegakkan sholat, membayar zakat, ta’at kepada Alloh dan Rosul-Nya, dan tidak takut kepada seorang pun melainkan hanya kepada Alloh, ya Alloh ampunilah kami, ke-dua orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” /

Khutbah ke-2

الحمد لله حمدا كثيرا كما أمر وأشكره وقد فاز بالزيادة لمن شكر وأشهد أن لا إله إلا الله ولو كره ذلك من أشرك به وكفر ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله سيد البشر ، ألشافع والمشفع في المحشر صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان لاذب الصباح وأنور وسلم تسليما كثير

أما بعد أيها المسلمون :

Bertaqwalah kepada Alloh Ta’ala, dirikanlah sholat, bayarlah zakat, dan ta’atlah kepada Rosul, mudah-mudahan kamu dirahmati,

Ketahuilah!

Bahwa termasuk dari menegakkan sholat adalah kalian melakukannya secara berjama’ah di Masjid-masjid bersama kaum muslimin, karena Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda,

لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

Sungguh aku berkehendak untuk memerintahkan sholat, kemudian sholat tersebut ditegakkan, kemudian aku memerintahkan seseorang untuk mengimami manusia, kemudian aku pergi bersama orang-orang membawa beberapa ikat kayu, menuju suatu kaum yang tidak ikut sholat berjama’ah, maka aku bakar atas mereka rumah-rumah mereka dengan api.”[11]

Nabi shalallahu alaihi wasallam mengatakan itu, sebagai ancaman dan peringatan bagi orang yang tidak ikut sholat berjama’ah, maka tidak halal bagi seorang muslim yang mampu berangkat ke masjid, melainkan dia harus sholat berjama’ah, jika ia sholat sendiri, sungguh ia telah meluputkan dirinya dari kebaikan yang banyak, karena Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda,

صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

Sholat berjama’ah lebih utama dari sholat sendirian dengan 27 derajat.”

(tapi) dengan itu dia memperoleh suatu dosa yang karenanya dia di siksa pada hari qiyamat, kecuali Alloh menganugerahkan ampunan,

Bahkan sebagian ‘ulama mengatakan,

إن صلاة الإنسان في بيته من غير عذر صلاة غير مقبولة وإنه مردودة عليه وإنه كمن صلى بغير وضوء

Sesungguhnya sholatnya seseorang dirumahnya tanpa udzur adalah sholat yang tidak diterima dan sholat itu dikembalikan kepadanya (tertolak) dan dia itu seperti orang yang sholat tanpa wudhu,”

Diantara yang mengatakan itu adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ?, akan tetapi dalil-dalil itu menunjukkan sholatnya itu sah tetapi dia berdosa karena Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda,

صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

Sholat berjama’ah lebih utama dari sholat sendirian dengan 27 derajat.”[12]

Ini menunjukkan di dalam sholat berjama’ah ada keutamaan jikalau tidak sah tentu tidak ada keutamaan didalamnya, akan tetapi orang itu meluputkan dirinya dari kebaikan yang banyak, dan membentangkan dirinya pada dosa yang besar, -aku mohon kepada Alloh agar Dia membantu kita untuk ta’at kepada-Nya-.

Maka sholatlah أيها المسلمون berjama’ah di masjid-masjid, peringatkanlah anak-anak kalian, peringatkanlah tetangga-tetangga kalian, peringatkanlah saudara-saudara kalian, dan jadilah orang-orang yang ikhlas kepada Alloh, yang menasehati para pemimpin kaum muslimin dan orang awam diantara mereka, karena agama adalah nasehat, sebagaimana sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam,

الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَِلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

Agama adalah nasehat, sahabat bertanya untuk siapa? Beliau bersabda, untuk Alloh, untuk kitab-Nya, untuk Rosul-Nya, dan untuk kaum muslimin dan orang awam diantara mereka.”[13]

Dan ketahuilah أيها المسلمون,

إن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى محمد r وشر الأمور محدثاتها وكل محدثات (في الدين) بدعة وكل بدعة ضلالة فعليكم بالجماعة فإن يد الله على الجماعة ومن سذ سذ في النار

Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan[14] dan berpeganglah kalian pada al Jama’ah karena tangan Alloh berada diatas al Jama’ah[15] dan barang siapa yang menyendiri (dari al Jama’ah) maka tempatnya di neraka.” [16]

Dan ketahuilah!

Sesungguhnya Alloh memerintahkan kalian dengan perintah yang Dia memulainya dengan diri-Nya sendiri,

Berfirman Dzat yang semulia-mulia pembicara lagi Maha Mengetahui,

Sesungguhnya Alloh dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al Ahzab : 56).

اللهم صلى وسلم على عبدك ورسولك محمد

“Ya Alloh berikanlah shalawat dan salam kepada hamba dan utusan-Mu Muhammad,”

اللهم ارزقنا محبته واتباعه ظاهرا وباطنا ، اللهم توفنا على ملته ، اللهم احشرنا في زمرته ، اللهم أسفنا من حوضه ، اللهم أدخلنا في شفاعته ، اللهم اجمعنابه في جنة نعيم مع الذين أنعمت عليهم من النبيين والصدقين والشهداء والصالحين اللهم لا تحل بيننا وبين ذلك بسوء أفعالنا وتجاوز عنا واغفرلنا وارحمنا يا ذا الجلال والإكرام , يا غفور رحيم ، اللهم ارض عنا خلفاء الراشدين وعن زوجاته أمهات المؤمنين وعن الصحابة أجمعين وعن التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين اللهم ارض عنا عهم وأصلح أحوالنا كما أصلحت أحوالهم يا رب العالمين اللهم انصر المسلمين الذين يجاهدون في سبيلك في كل مكان اللهم كن معهم ولا تكن عليهم اللهم اعزهم بدينك واعز دينك بهم يا رب العالمين اللهم اتمم لإخوانا في أفغانستان اللهم اتمم النصر وألف بين قلوبهم واجمع كلمتهم على الحق واعذهم من أعدائهم يا رب العالمين اللهم ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخيرة حسنة وقنا عذاب النار

“Ya Alloh, karuniakanlah kami kecintaan kepadanya dan mengikutinya lahir dan bathin, ya Alloh wafatkanlah kami diatas agamanya, ya Alloh gabungkanlah kami bersama kelompoknya, ya Alloh beri kami minum dari air telaganya (haudh), ya Alloh masukanlah kami kedalam syafa’atnya, ya Alloh kumpulkanlah kami bersamanya di surga na’im, bersama orang-orang yang engkau beri nikmat, dari para Nabi, Shodiqqin, Syuhada, dan orang-orang Sholih. Jangan Engkau halangi kami dari itu semua karena buruknya amalan kami. Bermurah hatilah kepada Kami dan ampunilah dosa Kami, Wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemulian, Wahai Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Alloh, ridhoilah para penggantinya yang terbimbing dari Khulafa Ar-Rasyidin, dan Isteri-isteri Beliau, Para Ibu Kaum Mu’minin dan Para Shahabat seluruhnya. Dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga datangnya hari pembalasan. Ya Alloh, ridhoilah Kami bersama Mereka dan perbaiki keadaan Kami, sebagaimana Engkau telah memperbaiki keadaan mereka Ya Robbul ‘Alamin. Ya Alloh, tolonglah kaum muslimin yang berjuang di jalan-Mu diseluruh tempat. Ya Alloh bersamalah dengan mereka dan jangan murka atas mereka. Ya Alloh, muliakanlah mereka dengan Agama-Mu dan muliakanlah Agama-Mu dengan mereka Wahai Robb Semesta Alam. Ya Alloh sempurnakan untuk saudara-saudara Kami di Afghanistan. Ya Alloh, sempurnakanlah untuk mereka pertolongan-Mu dan persatukanlah hati-hati mereka dan kumpulkanlah kalimat mereka diatas Al-Haq (kebenaran) dan lindungilah mereka dari musuh-musuh mereka Wahai Robb Semesta Alam. Ya Alloh, berikanlah kami kebaikan di dunia, dan berikanklah kami kebaikan di akhirat dan selamatkan kami dari azab neraka.”

يا عباد الله!

Wahai hamba-hamba Alloh!

“Sesungguhnya Alloh menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Alloh melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Dan tepatilah Perjanjian dengan Alloh apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Alloh sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Alloh mengetahui apa yang kamu perbuat.” (an Nahl : 90-91)

واذكروا الله العظيم الجليل يذكركم واشكرواه على نعمه يزدكم ولذكر الله أكبر و الله يعلم ما تصنعون

“Ingatlah Alloh Yang Maha Agung, niscaya Ia akan mengingatmu, dan bersyukurlah atas nikmat-nikmat--Nya niscaya Dia akan menambahi untuk kalian. Sesungguhnya mengingat Alloh itu besar dan Alloh Mengetahui apa yang kalian perbuat.” /



[1] (ketika terjadi fitnah al Qur-an adalah makhluk -edt).

[2] HR. at Tirmidzi 9/208 (2546), di Shohihkan oleh asy Syaikh al Albani dalam “al Misykah” (579) juga dalam “Shohih Targhib wa at Tarhib” (565) beliau berkata : “Shohih Mauquf”, al Hakim 1/15 (12) dari Sahabat Abu Hurairoh t.

[3] HR. Muslim 1/228 (116).

[4] 46/411 (21859).

[5] 12/287 (4058).

[6] 9/207 (2545) beliau berkata : “Hasan Shohih Ghorib”.

[7] 2/247 (459).

[8] 3/378 (1069).

[9] HR. Ahmad 13/326 (6288), Ibnu Baththah dalam “Syarhul Ibanah” 2/418 (897), al Baihaqi dalam “Syu’abul Iman” 6/339 (2697), ad Darimi 8/381 (2777), Ibnu Hibban 6/438 (1489), Musnad ‘Abd bin Humaid (355), ath Thobroni “Musnad asy Syamiyiin” 1/323 (240), al Kholal dalam “as Sunnah” 3/289 (1226), ‘Abdulloh bin Ahmad dalam “as Sunnah” 2/234 (700), al Ajurri dalam “asy Syari’ah” 1/304 (276), ad Daulabi dalam “al Kunna wa al Asma’” 2/57 (1226), Muhammad bin Nashr al Marwadzi dalam “Ta’dzhim Qadari Sholah” 1/71 (54), dan di Shohihkan oleh asy Syaikh al Albani dalam “al Misykah” (578), dari sahabat ‘Abdulloh bin ‘Amru bin al ‘Ash t.

[10] Shahih : dikeluarkan oleh al Imam Ahmad dalam “al Musnad” 9/81 (4046). Dishahihkan oleh asy Syaikh al Albani dalam “Shahihul Jami” (1809).

[11] HR. Ahmad 22/1 (10457), Bukhori 8/268 (2242), Abu Dawud 2/152 (461), Ibnu Majah 3/12 (783).

[12] HR. Muslim 3/377 (1037).

[13] HR. Muslim 1/182 (82).

[14] HR. Muslim 4/359 (1435), an Nasaa-iy 6/27 (1560), Ibnu Majah 1/52 (44), dan selainnya.

[15] HR. an Nasaa-iy 12/374 (3954), al Baihaqi “al Kubro” 2/292 juga dalam “Syu’abul Iman” 22/469 (10643), Ibnu Baththah “Syarhul Ibanah” 1/236 (230), ath Thobroni “al Kabir” 11/78 (13448) 11/270 (561) 12/80/82 (13808/13814) juga dalam “al Ausath” 14/170 (6592) 16/33 (7457), Syihab al Qodho’i dalam “al Musnad” 1/390 (230), Ibnu Zanjawaih dalam “al Amwal” 2/170 (620).

[16] HR. al Hakim dalam “al Mustadrok” 1/378 (357), ath Thobroni “al Kabir” 1/206 (491) 4/104 (3621) juga dalam “asy Syamiyiin” 4/276 (1271) dan di Shohihkan oleh asy Syaikh al Albani dalam “Shohihul Jami’” (3621).



Tidak ada komentar: